Laporan Pendahuluan Sindrom Addison
BAB ILAPORAN PENDAHULUAN
1.
Definisi
Penyakit Addison adalah suatu
kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua kelompok umur dan menimpa
pria – pria dan wanita – wanita sama rata. Penyakit di karakteristikan oleh
kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan
adakalanya penggelapan kulit pada kedua – duanya yaitu bagian – bagian tubuh
yang terbuka dan tidak terbuka.
Penyakit Addison adalah penyakit
yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
pasien akan hormon – hormon korteks adrenal.
Penyakit Addison adalah lesi
kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya auto imun
atau tuberkulosa. Penyakit
Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal.
Penyakit Addison
adalah kekurangan partikal sekresi hormon korteks adrenal. Keadaan seperti ini
terlihat pada hipoado tironisme yang hanya mengenal zona glomeruluna dan
sakresi aldosteron pada sindrom adrenogenetal dimana gangguan enzim menghambat
sekresi steoid (Patofisiologi Edisi 2 Hal 296).
Bentuk primer
dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/ destruksi (kerusakan) jaringan
adrenal (misalnya respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas) atau
tindakan pembedahan. (Doenges,
1993)
Bentuk sekunder adalah gangguan pada
kelenjar hipofisis yang menyebabkan penurunan sekresi/ kadar ACTH, tetapi
biasanya sekresi aldosteron normal. (Doenges, 1993)
2.
Etiologi
· Etiologi dari penyakit Addison
bentuk primer :
a)
Infeksi kronis, terutama
infeksi-infeksi jamur
b)
Sel-se kanker yang menyebar dari
bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-kelenjar adrenal
c)
Amyloidosis (sekelompok keadaan yang di cirikan
oleh penimbunan protein fiblirer yang tidak larut dalam berbagai organ)
d)
pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi
·
Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder :
a) Tumor-tumor
atau infeksi-infeksi dari area
b) Kehilangan
aliran darah ke pituitary
c) Radiasi untuk perawatan tumor-tumor
pituitary
d) operasi pengangkatan bagian-bagian
dari hypothalamus
e) operasi pengangkatan kelenjar
pituitary
Penyebab lain dari ketidakcukupan
adrenal sekunder adalah operasi pengangkatan dari tumor-tumor yang jinak atau
yang tidak bersifat kanker dari kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH
(Penyakit Cushing). Pada kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba diangkat,
dan hormon pengganti harus dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol yang
normal pulih kembali.
Pada satu waktu, kebanyakan kasus
penyakit addison adalah merupakan komplikasi dari TBC. Saat ini, 70% dianggap
idiopatik. Sejak satu setengah hingga dua per tiga klien dengan Addison
idiopatik memiliki sirkulasi antibody yang bereaksi secara spesifik
menyerang jaringan adrenal, kondisi ini mungkin merupakan suatu dasar
autoimun. Sebagai tambahannya, beberapa kasus penyakit Addison disebabkan oleh
neoplasma, amyloidosis, atau infeksi jamur sistemik.
Insufisiensi
adrenal primer itu jarang. Insiden dan prevalen di USA tidak diketahui.
Penyakit ini mengenai orang dengan segala macam tingkat usia dan menyerang baik
laki-laki maupun perempuan.
Insufisiensi
adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar adrenal. 75% penyakit
Addison primer terjadi sebagai proses autoimun. Insufisiensi adrenal umumnya
terlihat pada orang dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). 20%
penyakit Addison dikarenakan oleh TBC. Metastasisnya dari paru, payudara,
saluran GI, melanoma, atau lymphoma (kelainan neuplastik jaringan
limfoid).
Insufisiensi
adrenal sekunder adalah hipofungsi dari unit pituitary-hipotalamus. Umumnya
kebanyakan menyebabkan perawatan kronik dengan menggunakan glukokortikoid untuk
yang kasus nonendokrin. Penyebab lain termasuk adrenalectomy bilateral,
hipopituitari menghasilakan penurunan sekresi ACTH oleh kelenjar pituitary,
tumor pituitary atau infark, dan radiasi.
3. Patofisiologi
Penyakit
Addison, atau insufisiensi adrenokortikol, terjadi bila fungsi korteks adrenal
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks
adrenal. Atrofi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan
penyebab pada 75% kasus penyakit Addison (Stren & Tuck, 1994). Penyebab
lainnya mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar tersebut. Tuberkolosis
(TB) dan hitoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan
menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan kelenjar
adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberkolosis yang terjadi
akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke
dalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis
juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal.
Gejala
insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak
terapi hormon adrenokortikol yang akan menekan respond normal tubuh terhadap
keadaan stress dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan
pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 hingga 4 hingga dapat menekan
fungsi korteks adrenal; oleh sebab itu, kemungkinan penyakit Addison harus
diantisipsi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid. (Brunner & Suddart, 2002)
Pathway :
4.
Klasifikasi
Berdasarkan
tingkat keparahan , penyakit addison di bagi menjadi dua, yaitu:
1.
Akut
Krisis adrenal.
Terjadi apati, koma, dan nyeri epigastrik. Kadar gula darah rendah. Keadaan ini
timbul setelah terjadi trauma, hipotensi berat dan sepsis.
Yang lebih
jarang, keadaan ini bisa timbul pada pasien yang sebelumnya (dalam waktu 1-1,5
tahun) atau baru-baru saja mendapat pengobatan kortikosteroid dimana terdapat
trauma, pembedahan atau infeksi akut, atau saat penghentian gangguan steroid.
Bisa timbul setelah pembedahan untuk mengangkat adrenal pada sindrom cussing,
atau pada pengobatan kanker payudara kecuali jika dilakukan terapi penggantian
yang adekuat.
2. Kronis
Terdapat
kelemahan dan kelelahan yang onsetnya perlahan-lahan disertai gejala
gastrointestinal berupa anoreksia, penurunan berat badan dan diare. Hipotensi
sering kali postural, dan takikardia timbul pada tahap lanjut dari penyakit.
Hiperpigmentasi terjadi pada tempat yang terpapar matahari, daerah yang
mengalami gesekan, lipatan tangan dan mukosa bukal.
Insufisiensi
adrenal kronis (penyakit addison) jarang terjadi (prevelansinya di Inggris
4/100.000) dan yang termasuk penyebabnya adalah : distruksi adrenal autoimun;
infiltrasi adrenal dengan kanker sekunder, hodgkin, atau jaringan leukimik;
destruksi TB, hemokromatosis, amiloidosis, histoplasmosis yang sering dijumpai.
Bisa berhubungan dengan penyakit auto imun lain yang spesifik-organ, khususnya
tiroiditis hasimoto (sindrom schmidt).
5.
Manifestasi Klinik
a. Gejala awal : kelemahan, fatique,
anoreksia, hausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan hipoglikemi.
b. Astenia (gejala cardinal) : pasien
kelemahan yang berlebih
c. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti
perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari,
lutut, siku
d. Rambut pubis dan aksilaris berkurang
pada perempuan
e. Hipotensi arterial (td : 80/50
mmHg/kurang)
f. Abnormalitas fungsi gastrointestinal
6.
Komplikasi
a. Syok, (akibat dari infeksi akut atau
penurunan asupan garam)
b. Kolaps sirkulasi
c. Dehidrasi
d. Hiperkalemiae
e. Sepsis
f. Ca. Paru
g. Diabetes melitus
7.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
-
Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan
hiponatrium)
-
Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
-
Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
-
Penurunan kadar kortisol serum
-
Kadar kortisol plasma rendah
b. Pemeriksaan radiografi abdominal
menunjukan adanya klasifikasi diadrenal
c. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan
pembesaran yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis,
infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik
adrenal
d. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical
dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas
elektrolik
e. Tes stimulating ACTH
Cortisol adarah dan urin diukur
sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan.
Pada tes ACTH yang disebut pendek cepat. Penyukuran cortisol dalam darah di
ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan
tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
f. Tes Stimulating CRH
Ketika
respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH “Panjang”
diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes
ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur
sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan
ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak
hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH
menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH
menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.
8.
Penatalaksanaan
a. Medik
1) Terapi dengan pemberian
kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
2) Hidrkortison (solu – cortef)
disuntikan secara IV
3) Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis
terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
4) Pemberian infus dekstrose 5% dalam
larutan saline
5) Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr
diberikan per oral
b. Keperawatan
1) Pengukuran TTV
2) Memberikan rasa nyaman dengan
mengatur / menyediakan waktu istirahat pasien
3) Meniempatkan pasien dalam posisi
setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan
4) Memberikan suplemen makanan dengan
penambahan garam
5) Fallow up : mempertahankan berat
badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran
klinis
6) Memantau kondisi pasien untuk
mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis Addison.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
·
Gejala : lelah, nyeri / kelemahan pada otot
(terjadi perburukan setiap hari ), tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
·
Tanda
: peningkatan denyut jantung/ nadi pada aktivitas yang minimal. Penurunan
kekuatan dan rentang gerak sendi. Depresi, gangguan konsentrasi, penurunan
inisiatif / ide, letargi.
b.
Sirkulasi
·
Tanda
: hipotensi termasuk hipotensi postural, takikardi, disritmia, suara jantung
melemah, nadi perifer melemah, pengisian kapiler memanjang, exstemitas dingin,
sianosis, dan pucat. Membran mukosa hitam keabu-abuan (peningkatan pigmentasi).
c.
Integritas
ego
·
Gejala
: Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit fisik
pembedahan, perubahan gaya hidup,ketidakmampuan mengatasi stress.
·
Tanda
: ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tak stabil.
d.
Eliminasi
·
Gejala
: diare sampai dengan adanya konstipasi. Kram abdomen, perubahan frekuensi dan
karakteristik urine.
·
Tanda
: diuresis yang diikuti dengan oliguria.
e.
Makanan
/ cairan
·
Gejala
: anoreksi berat (gejala utama), mual/ muntah, kekurangan zat garam, berat
badan menurun dengan cepat.
·
Tanda
: turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
f.
Neorusensori
:
·
Gejala
: pusing, sinkope (pingsan sejenak ), gemetar, sakit kepala yang
berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis. Kelemahan otot, penurunan
toleransi terhadap keadaan dingin atau stress. Kesemutan / baal/ lemah.
·
Tanda
: disorientasi ( waktu , tempat, ruang ) karena kadar natrium rendah, letargi,
kelelahan mental, peka rangsang, cemasa, koma( dalam keadaan krisis),
parastesia, paralisis, astenia (pada keadaan krisis). Rasa kecap/ penciuman
berlebihan, ketajaman pendengaran juga meningkat.
g.
Nyeri
/ kenyamanan :
·
Gejala
: nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala. Nyeri tulang belakang, abdomen,
ekstremitas ( pada keadaan krisis).
h.
Pernafasan
·
Gejala
: dispnea
·
Tanda :
kecepatan pernafasan meningkat, takipnea, suara napas krakel, ronki ( pada
keadaan infeksi)
i.
Keamanan
·
Gejala
: tidak toleran terhadap panas, cuaca panas.
·
Tanda
: hiperpigmentasi kulit yang menyeluruh atau hitam berbintik-bintik. Peningkatan
suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis). Otot menjadi kurus,
gangguan atau tidak mampu berjalan.
j.
Seksualitas
·
Gejala
: adanya riwayat menopause dini, amenorea, hilangnya tanda-tanda seks sekunder,
hilangnya libido.
k.
Pemnyuluhan
/ pembelajaran
·
Gejala
: adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker, tiroiditis, anemia pernisosa.
2. Diagnosa
Keperawatan
1.
Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan
kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena
kekurangan aldosteron)
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak
adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord
3.
Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme,
ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa
4.
Gangguan
eliminasi uri b/d Gangguan
reabsorbsi pada tubulus
3. Rencana Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d
ketidakseimbangan input dan output
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ± 4 jam
Kriteria hasil :
-
Pengeluaran urin adekuat (1cc/kg BB/jam)
-
TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37 oC TD : 120/80 mmHg
-
Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
- Turgor kulit elastis
- Pengisian kapiler naik kurang dari
3 detik
-
Membran mukosa lembab
|
- Warna kulit tidak pucat
- Rasa haus tidak ada
- BB
ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H
- Hasil lab :
Ht : W = 37 – 47 %
L = 42 – 52 %
Ureum = 15 – 40 mg/dl
Natrium = 135 – 145 mEq/L
Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl
|
Intervensi :
a. Pantau TTV, catat perubahan tekanan
darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer
R/ Hipotensi pastoral merupakan
bagian dari hiporolemia akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah
jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol
b. Ukur dan timbang BB klien
R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan
pengganti volume cairan dan keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat
disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan
pengobatan strois
c. Kaji pasien mengenai rasa haus,
kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran
mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya
R/ mengidentifikasi adanya
hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti
d. Periksa adanya status mental dan
sensori
R/ dihidrasi berat menurunkan curah
jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak
e. Ouskultasi bising usus ( peristaltik
khusus) catat dan laporan adanya mual muntah dan diare
R/
kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan
elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
f. Berikan perawatan mulut secara
teratur
R/ membantu menurunkan rasa tidak
nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membrane mukosa
g. Berikan cairan oral diatas 300 cc/hr
sesegera mungkin, sesuai dengan kemampuan kx
R/ adanya perbaikan pada saluran
cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut memungkinkan cairan dana
elektrolit melalui oral
Kolaborasi
h. Berikan cairan, antara lain :
a) Cairan Na Cl 0,9 %
R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti
4 – 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam,
dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi.
b) Larutan glukosa
R/ dapat menghilangkan hipovolemia
i.
Berikan obat sesuai dosis
a) Kartison (ortone) / hidrokartison
(cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam
R/ dapat mengganti kekurangan
kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat
menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung
b) Mineral kartikoid, flu dokortisan,
deoksikortis 25 – 30 mg/hr peroral
R/ di mulai setelah pemberian dosis
hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakbatkan retensi garam berlebihan yang
mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit
j.
Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai
indikasi
R/ dapat menfasilitasi pengukuran
haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan
membatasi muntah
k. Pantau hasil laborat
a) Hematokrit ( Ht)
R/ peningkatan kadar Ht darah
merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai
dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh
b) Ureum / kreatin
R/ peningkatan kadar ureum dan
kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena
dehidrasi / tanda serangan gagal jantung
c) Natrium
R/ hiponatremia merupakan indikasi
kehilangan melalui urin yang berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus
ginjal
d) Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron
mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga
dapat menyebabkan hiperkalemia.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges
Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : ECG
Price,
Sylvia. 2005. patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : EGC
Komentar
Posting Komentar